Definisi dan Sejarah Ilmu Forensik dan Digital Forensics
- Definisi ilmu Forensik
Forensik merupakan sebuah penerapan dari berbagai ilmu
pengetahuan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting dari
sebuah system hukum, yang dalam hal ini berkaitan dengan hukum pidana, penerapan
bidang ilmu ini tidak terlepas dari penggunaan metode-metode ilmiah, atau ilmu
pengetahuan, aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta dari suatu kejadian
sebagai bentuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik.
Menurut Dr
Edmond Locard. Istilah Forensik
berasal dari bahasa yunani yaitu “Forensis” yang berarti debat atau perdebatan merupakan
bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan
melalui proses penerapan ilmu (sains).
Sedangkan menurut beberapa pendapat lain Forensik
berasal dari bahasa latin yaitu “Forum”
yang berarti tempat/lokasi untuk melakukan transaksi. Dalam perkembangan
selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam
penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan.
Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan diatas
maka dapat didefinisikan bahwa ilmu forensic adalah penerapan suatu bidang Ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk
pengungkapan suatu kasus tertentu
demi penetapan hukum dan pelaksanaan hukum dalam sistem peradilan hukum pidana
maupun hukum perdata.
Prinsip dasar ilmu forensik dipelopori oleh Dr Edmond Locard. Ia berspekulasi bahwa setiap kontak yang Anda
buat dengan orang lain, tempat, atau hasil objek dalam pertukaran materi
fisik. Ini dikenal sebagai Locar exchange principle . Ini pertukaran materi fisik dapat digunakan
untuk membuktikan tidak bersalah seseorang atau bersalah di pengadilan hukum.
Dalam investigasi kriminal yang khas, kejahatan adegan
penyelidik, kadang-kadang dikenal sebagai Penyidik Crime Scene (CSI), akan
mengumpulkan bukti fisik dari TKP, korban dan/atau tersangka. Ilmuwan forensik
kemudian memeriksa bahan yang dikumpulkan untuk memberikan bukti ilmiah untuk membantu
dalam penyelidikan polisi dan proses pengadilan. Dengan demikian, mereka sering bekerja sangat erat
dengan pihak kepolisian dalam pengungkapan suatu kasus.
b.
Sejarah
Ilmu Forensik
Sejarah dari ilmu forensik, beberapa dokumentasi
tentang ilmu forensik sudah ditemukan
sejak ribuan tahun yang lalu. Dua ratus tahun sebelum masehi, Archimedes
menggunakan metode apung untuk menentukan sebuah mahkota yang terbuat dari emas
adalah benar terbuat dari emas murni (tanpa campuran) atau sudah bercampur
dengan perak dengan membandingkan terhadap emas padat. Catatan lain yang
menggunakan obat-obatan dan entomology untuk mengungkapkan kasus-kasus criminal
ditemukan ada sebuah buku berjudul Xi
Yuan Lu, di Cina pada masa Dinasti Song (1248) oleh Song Ci. Cina juga pertama kali menggunakan sidik jari sebagai
salah satu otentikasi dokumen bisnis.
Perkembangan terus berlanjut, ilmu forensik mulai
digunakan untuk mengungkapkan kasus-kasus kriminal. Sir Francis Galton pada tahun 1892 mendirikan sistem pertama untuk
mengklasifikasikan sidik jari. Pada tahun 1896, Sir Edward Henry, mengembangkan system berdasarkan arah, aliran, pola
dan karakteristik lain yang terdapat pada sidik jari. Klasifikasi “The Henry” menjadi standar untuk teknik
penyelidikan sidik jari pada kriminal di seluruh dunia.
Di tahun 1835, Henry
Goddard menjadi orang pertama yang melakukan analisa secara fisik untuk
menghubungkan peluru dengan senjata si pembunuh. Perkembangan penyelidikan
terhadap peluru menjadi semakin tepat setelah Calvin Goddard membuat mikroskop perbandingan untuk menafsirkan
peluru keluar dari selonsong yang mana. Di tahun 1970, tim ilmuwan dari Aerospace Corporation mengembangkan
meotde untuk mendekteksi residu bubuk mesiu dengan menggunakan mikroskop
elektron.
James Marsh,
di tahun 1836, mengembangkan tes kimia untuk mendeteksi arsenik, yang digunakan
pada percobaan pembunuhan. Pada tahun 1930, ilmuwan Karl Landsteiner
mengklasifikasikan darah manusia ke dalam berbagai kelompok. Penemuan ini
membuka jalan bagi penggunaan darah dalam investigasi kriminal. Pengembangan
terus dilanjutkan, di pertengahan 1900-an ditemukan cara untuk menganalisa air
liur, air mani dan cairan tubuh lainnya serta untuk membuat tes darah yang
lebih akurat.
Edmond Locard,
seorang profesor di University of Lyons, mendirikan
laboratorium kriminal polisi pertama di Perancis pada tahun 1910. Untuk kepeloporannya
dalam kriminologi forensik, Locard dikenal sebagai “Sherlock Holmes Perancis”. Sementara itu di Los Angeles pada tahun
1924, Agustus Vollmer mendirikan laboratorium kriminal polisi Amerika. Pada
akhir abad ke-20, ilmuwan forensik memiliki banyak alat berteknologi tinggi
yang mereka miliki untuk menganalisis bukti dari reaksi berantai polimerase
(PCR) untuk analisis DNA, teknik sidik jari dengan kemampuan pencarian dengan komputer.
Ilmu Forensik sekarang tidak lagi hanya berhubungan
dengan pembunuhan ataupun bidang kedokteran. Saat ini, ilmu forensik semakin
luas, di antaranya adalah:
v Art
Forensic
v Computational
Forensic
v Digital
Forensic
v Forensic
Accounting
v Forensic
Chemistry
v Forensic
DNA Analysis
v Forensic
Pathology
v Forensic
Video Analysis
v Mobile
Device Forensics
v Blood
Spatter Analysis
v Forensic
Investigation
v Dan
sebagainya.
Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang
berarti “dari luar”, dan serumpun dengan kata forum yang berarti “tempat umum”)
adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan
keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains.
Penggunaan prinsip dan prosedur ilmiah untuk memecahan
masalah hukum dikenal sebagai ilmu pengetahuan forensik. Istilah “forensik”
dapat menggambarkan sejumlah disiplin ilmiah, di antaranya kimia, toksikologi, psikiatri, patologi, biologi, dan teknik. Oleh
karena itu, sangatlah wajar untuk memikirkan ilmu pengetahuan forensik dalam
kaitannya dengan ilmu pengetahuan alam, fisika, dan ilmu sosial, pengelompokan
besar cabang pengetahuan terkumpul di mana kebenaran dan hukum diperiksa dan dicatat.
Ketika ilmu pengetahuan forensik digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum,
banyak subkelompok menjadi spesialisasi yang dikenal sebagai farmakologi
forensik, psikologi forensik, dan lain-lain. Sebenarnya, tiap subspesialisasi
ini dapat digunakan dalam pemecahan masalah hukum.
Scientific Method
and Law (Hukum dan Metode Ilmiah) Untuk menentukan sejarah
permulaan ilmu pengetahuan forensik, seseorang harus mempertimbangkan evolusi
proses hukum di Eropa, terutama Inggris. Penentuan bersalah atau tidak
bersalahnya suatu tindak kejahatan dimulai dari peradilan primitif melalui
cobaan berat, proses inquisitorial, dan pada akhirnya ajaran dasar
yurisprudensi modern, yaitu praduga tak bersalah berdasarkan hukum Anglo-Saxon dan praduga bersalah
berdasarkan Napoleon Code. Metode
ilmiah atau penyelidikan rasional menjadi bagian dari proses peradilan pada
abad ke-19, dan ilmu pengetahuan forensik berkembang dengan cepat pada abad
ke-20. Kemajuan teknologi terus mendorong pertumbuhan ilmu pengetahuan
forensik.
Sejarah forensik berevolusi dari tahun ke-tahun di
antaranya:
1. Francis Galton (1822-1911) : sidik jari
2. Leone Lattes (1887-1954) : Golongan darah (A,B,AB
& O)
3. Calvin Goddard (1891-1955) : senjata dan peluru
(Balistik)
4. Albert Osborn (1858-1946) : Document examination
5. Hans Gross (1847-1915) : menerapkan ilmiah dalam
investigasi criminal
6. FBI (1932) : Lab. forensik.
- Definisi
Forensika Digital / Digital Forensics
Ada beberapa definisi menurut para ahli yang bisa
dijadikan acuan tentang apa sebenarnya Digital Forensik. Sebagaimana
dikemukakan oleh Marcella: Digital Forensics adalah aktivitas yang berhubungan
dengan pemeliharaan, identifikasi, pengambilan/penyaringan, dan dokumentasi
bukti digital dalam kejahatan komputer. Istilah ini relatif baru dalam bidang
komputer dan teknologi, tapi telah muncul diluar term teknologi (berhubungan
dengan investigasi bukti intelijen dalam penegakan hukum) sejak pertengahan tahun
1980-an.
Menurut Casey Digital
Forensics adalah karakteristik bukti yang mempunyai kesesuaian dalam mendukung
pembuktian fakta dan mengungkap kejadian berdasarkan bukti statistik yang
meyakinkan.
Menurut Judd Robin yang juga seorang ahli komputer
forensik dalam Abdullah (2007) juga menyatakan bahwa “komputer forensik
merupakan penerapan secara sederhana dari penyelidikan komputer dan teknik
analisisnya untuk menentukan bukti-bukti hukum yang mungkin”.
Menurut Budhisantoso Digital Forensics adalah kombinasi
disiplin ilmu hukum dan pengetahuan komputer dalam mengumpulkan dan menganalisa
data dari sistem komputer, jaringan, komunikasi nirkabel, dan perangkat
penyimpanan sehingga dapat dibawa sebagai barang bukti di dalam penegakan hukum.
Menurut Ruby Alamsyah Digital Forensics adalah ilmu
yang menganalisa barang bukti digital sehingga dapat dipertanggungjawabkan di
pengadilan. Barang bukti digital
merupakan hasil ekstrak dari barang bukti elektronik seperti Personal Komputer,
mobilephone, notebook, server, alat teknologi apapun yang mempunyai media
penyimpanan dan bisa dianalisa.
Menurut Scientific Working Group on Digital Evidence:
“Informasi yang disimpan atau dikirimkan dalam bentuk digital”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Digital
Forensics adalah penggunaan teknik analisis dan investigasi untuk
mengidentifikasi, mengumpulkan, memeriksa dan menyimpan bukti/informasi yang
secara magnetis tersimpan/disandikan pada komputer atau media penyimpanan
digital sebagai alat bukti dalam mengungkap kasus kejahatan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
- Sejarah
Digital Forensik
Barang bukti yang berasal dari komputer telah muncul
dalam persidangan hampir 30 tahun. Awalnya, hakim menerima bukti tersebut tanpa
melakukan pembedaan dengan bentuk bukti lainnya. Seiring dengan kemajuan
teknologi komputer, perlakuan serupa dengan bukti tradisional akhirnya menjadi
bermasalah. Bukti-bukti komputer mulai masuk kedalam dokumen resmi hukum lewat
US Federal Rules of Evidence pada tahun 1976. Selanjutnya dengan berbagai
perkembangan yang terjadi muncul beberapa dokumen hukum lainnya, antara lain
adalah:
§ The
Electronic Communications Privacy Act 1986, berkaitan dengan penyadapan
peralatan elektronik.
§ The
Computer Security Act 1987 (Public Law 100-235), berkaitan dengan keamanan
system komputer pemerintahan.
§ Economic
Espionage Act 1996, berhubungan dengan pencurian rahasia dagang. Pembuktian
dalam dunia maya memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini dikarenakan sifat
alami dari teknologi komputer memungkinkan pelaku kejahatan untuk
menyembunyikan jejaknya. Karena itulah salah satu upaya untuk mengungkap
kejahatan komputer adalah lewat pengujian sistem dengan peran sebagai seorang
detektif dan bukannya sebagai seorang user. Kejahatan computer (cybercrime)
tidak mengenal batas geografis, aktivitas ini bisa dilakukan dari jarak dekat,
ataupun dari jarak ribuan kilometer dengan hasil yang serupa. Penjahat biasanya
selangkah lebih maju dari penegak hukum, dalam melindungi diri dan
menghancurkan barang bukti.
Untuk itu tugas ahli digital forensik untuk menegakkan
hukum dengan mengamankan barang bukti, rekonstruksi kejahatan, dan menjamin
jika bukti yang dikumpulkan itu akan berguna di persidangan. Bagaimanapun,
digital forensik banyak dibutuhkan dalam berbagai keperluan, bukan hanya pada
kasus-kasus kriminal yang melibatkan hukum. Secara umum kebutuhan digital
forensik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
§ Keperluan
investigasi tindak kriminal dan perkara pelanggaran hukum.
§ Rekonstruksi
duduk perkara insiden keamanan komputer.
§ Upaya-upaya
pemulihan kerusakan sistem.
§ Troubleshooting
yang melibatkan hardware maupun software.
§ Keperluan
untuk memahami sistem ataupun berbagai perangkat digital dengan lebih baik.
REFRENSI
Marcella, Albert J., and Robert S. Greenfiled, “Cyber
Forensics a field manual for collecting, examining, and preserving evidence of computer
crimes”, by CRC Press LLC, United States of America
Eoghan Casey, “Digital Evidence and
Computer Crime”, 2nd ed., hal. 20
Budi Rahardjo, “Hukum dan Dunia Cyber”,
PT. Indosic, Jakarta, 2003
Locard’s Exchange Principle – Forensic Handbook Forensic
Handbook.” http://www.forensichandbook.com/locards-exchange-principle/. (diakses18-April-2016).
Ken Zatyko, & Dr. John Bay. (2011). The Digital
Forensics Cyber Exchange Principle. from
http://www.forensicmag.com/articles/2011/12/digital-forensics-cyber-exchange-principle
(diakses 18-April-2016).
https://www.academia.edu/9864924/Sejarah_forensik_dan_digital_forensik
(diakses 18 April 2016).
https://www.academia.edu/10367949/Sejarah_Forensik_dan_Forensika_Digital
(diakses 18 April 2016).
Crime
investigation: physical evidence and the police laboratory. New York, 1953. (diakses 18 April 2016).
Cornell University Law School. 1992. Daubert Standard.
http://www.law.cornell.edu/wex/daubert_standard (diakses 18 April 2016).
0 komentar for "Sejarah Forensik dan Digital Forensics"
Posting Komentar